Selasa, 16 Februari 2010
I LOVE PAPUA! : Tarian/Lagu Sajojo
crew TV commercial for Kuku BIma Ener-G/Sidomuncul
SAJOJO
Sajojo sajojo
Yumanampo miso na
Samuna muna muna keke 2x
Sajojo sajojo
Yumanampo miso na
Samuna muna muna keke 2x
Kuserai kusaserai rai rai rai rai..........2x
Inamgo mikim ye
pio sore piasa sore............2x
Kemudian di ulang dari pertama kembali
Selasa, 17 November 2009
CHRIS JOHN -SHANTY-FRADHYT FAHRENHEIT DI LEMBAH BALIEM PAPUA : "Banyak poligami! Kenapa?!"
Orang Dani di lembah Baliem biasa disebut sebagai "Orang Dani Lembah". Rata-rata kenaikan populasi orang Dani sangat rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, salah satu penyebabnya adalah keengganan pada ibu untuk mempunyai anak lebih daripada dua yang menyebabkan rendahnya populasi orang Dani di Lembah Baliem. Sikap berpantang pada ibu selama masih ada anak yang masih disusui, membuat jarak kelahiran menjadi jarang. Hal ini selain tentu saja karena adat istiadat mereka, mendorong terjadinya poligami.
Poligami terjadi terutama pada laki-laki yang kaya, mempunyai banyak babi. Babi merupakan Mas kawin utama yang diberikan laki-laki kepada keluarga wanita. Selain sebagai mas kawin, babi juga digunaklan sebagai lambang kegembiraan maupun kedukaan. Babi juga menjadi alat pembayaran denda terhadap berbagai jenis pelanggaraan adat. Dalam pesta adat besar babi tidak pernah terlupakan bahkan menjadi bahan konsumsi utama.
FRADHYT DAN KOTEKA
Koteka adalah pakaian untuk menutup kemaluan laki-laki dalam budaya sebagian penduduk asli Pulau Papua. Koteka terbuat dari kulit labu air, Lagenaria siceraria. Isi dan biji labu tua dikeluarkan dan kulitnya dijemur. Secara harfiah, kata ini bermakna "pakaian", berasal dari bahasa salah satu suku di Paniai. Sebagian suku pegunungan Jayawijaya menyebutnya holim atau horim.
Tak sebagaimana anggapan umum, ukuran dan bentuk koteka tak berkaitan dengan status pemakainya. Ukuran biasanya berkaitan dengan aktivitas pengguna, hendak bekerja atau upacara. Banyak suku-suku di sana dapat dikenali dari cara mereka menggunakan koteka. Koteka yang pendek digunakan saat bekerja, dan yang panjang dengan hiasan-hiasan digunakan dalam upacara adat.
Namun demikian, setiap suku memiliki perbedaan bentuk koteka. Orang Yali, misalnya, menyukai bentuk labu yang panjang. Sedangkan orang Tiom biasanya memakai dua labu.
Seiring waktu, koteka semakin kurang populer dipakai sehari-hari. Koteka dilarang dikenakan di kendaraan umum dan sekolah-sekolah. Kalaupun ada, koteka hanya untuk diperjualbelikan sebagai cenderamata.
Di kawasan pegunungan, seperti Wamena, koteka masih dipakai. Untuk berfoto dengan pemakainya, wisatawan harus merogoh kantong beberapa puluh ribu rupiah. Di kawasan pantai, orang lebih sulit lagi menemukannya.
Operasi Koteka
Sejak 1950-an, para misionaris mengampanyekan penggunaan celana pendek sebagai penganti koteka. Ini tidak mudah. Suku Dani di Lembah Baliem saat itu terkadang mengenakan celana, namun tetap mempertahankan koteka.
Pemerintah RI sejak 1960-an pun berupaya mengurangi pemakaian koteka. Melalui para gubernur, sejak Frans Kaisiepo pada 1964, kampanye antikoteka digelar.
Pada 1971, dikenal istilah "operasi koteka" dengan membagi-bagikan pakaian kepada penduduk. Akan tetapi karena tidak ada sabun, pakaian itu akhirnya tak pernah dicuci. Pada akhirnya warga Papua malah terserang penyakit kulit.
SUMBER:WIKIPEDIA
CHRIS JOHN-SHANTY SHOOTING IKLAN TV DI LEMBAH BALIEM-PAPUA
Lembah Baliem Menyimpan Keajaiban
Pesona alam Baliem, Jayapura yang menakjubkan identik dengan pegunungan dan hutan-hutan rimbun. Berada di kawasan yang subur dan indah menjadikan Baliem sebagai keajaiban kaki langit.
Tanah Papua sangatlah istimewa. Apalagi dihuni oleh masyarakat khas pedalaman yang tetap menjalankan kegiatan sehari-harinya hingga acara ritualnya. Mereka selalu berperilaku demikian, meskipun dunia sudah "berlari" puluhan kali lebih cepat.
Lembah Baliem di Jayawijaya merupakan salah satu keindahan yang mampu membuat para pengunjung langsung jatuh cinta. Pemandangan alam ini sudah bisa Anda saksikan dari atas pesawat saat pertama kali memasuki kawasan Lembah Baliem.
Perlu Anda ketahui, di kawasan Lembah Baliem dihuni oleh tiga suku pedalam yang cukup terkenal. Di antaranya adalah Suku Dani, Suku Yali dan Suku Lani. Salah satu suku yang menjadi daya tarik wisatawan adalah Suku Dani yang berada di bagian tengah lembah. Wajar saja, jika Suku Dani sudah bisa mengenal hal-hal yang berbau materi.
Keunikan masyarakat Dani juga terlihat pada busana yang dikenakan. Mereka selalu menjaga tradisi mereka dengan memakai koteka atau Horim, yaitu penutup alat kelamin laki-laki. Adapun Rotali, sebagai rok yang terbuat dari tali atau rumput. (tamasya/rmb)
sumber : http://www.mediaindonesia.com/webtorial/tanahair/?ar_id=NjQ4NA==
Sosial Budaya Provinsi Papua
Sosial Budaya Provinsi Papua
Mengacu pada perbedaan tofografi dan adat istiadat, penduduk Papua dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, masing-masing:
1. Penduduk daerah pantai dan kepulauan dengan ciri-ciri umum rumah di atas tiang (rumah panggung) dengan mata pencaharian menokok sagu dan menangkap ikan);
2. Penduduk daerah pedalaman yang hidup di daerah sungai, rawa danau dan lembah serta kaki gunung. Umumnya mereka bermata pencaharian menangkap ikan, berburu dan mengumpulkan hasil hutan;
Penduduk daerah dataran tinggi dengan mata pencaharian berkebun dan berternak secara sederhana.
Kelompok asli di Papua terdiri atas 193 suku dengan 193 bahasa yang masing-masing berbeda. Tribal arts yang indah dan telah terkenal di dunia dibuat oleh suku Asmat, Ka moro, Dani, dan Sentani. Sumber berbagai kearifan lokal untuk kemanusiaan dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik diantaranya dapat ditemukan di suku Aitinyo, Arfak, Asmat, Agast, Aya maru, Mandacan, Biak, Arni, Sentani, dan lain-lain.
Umumnya masyarakat Papua hidup dalam sistem kekerabatan dengan menganut garis keturunan ayah (patrilinea). Budaya setempat berasal dari Melanesia. Masyarakat berpenduduk asli Papua cenderung menggunakan bahasa daerah yang sangat dipengaruhi oleh alam laut, hutan dan pegunungan.
Dalam perilaku sosial terdapat suatu falsafah masyarakat yang sangat unik, misalnya seperti yang ditunjukan oleh budaya suku Komoro di Kabupaten Mimika, yang membuat genderang dengan menggunakan darah. Suku Dani di Kabupaten Jayawijaya yang gemar melakukan perang-perangan, yang dalam bahasa Dani disebut Win. Budaya ini merupakan warisan turun-temurun dan di jadikan festival budaya lembah Baliem. Ada juga rumah tradisional Honai, yang didalamnya terdapat mummy yang di awetkan dengan ramuan tradisional. Terdapat tiga mummy di Wamena; Mummy Aikima berusia 350 tahun, mummy Jiwika 300 tahun, dan mummy Pumo berusia 250 tahun.
Di suku Marin, Kabupaten Merauke, terdapat upacara Tanam Sasi, sejenis kayu yang dilaksanakan sebagai bagian dari rangkaian upacara kematian. Sasi ditanam 40 hari setelah hari kematian seseorang dan akan dicabut kembali setelah 1.000 hari. Budaya suku Asmat dengan ukiran dan souvenir dari Asmat terkenal hingga ke mancanegara. Ukiran asmat mempunyai empat makna dan fungsi, masing-masing:
1. Melambangkan kehadiran roh nenek moyang;
2. Untuk menyatakan rasa sedih dan bahagia;
3. Sebagai suatu lambang kepercayaan dengan motif manusia, hewan, tetumbuhan dan benda-benda lain;
4. Sebagai lambang keindahan dan gambaran ingatan kepada nenek moyang.
Budaya suku Imeko di kabupaten Sorong Selatan menampilkan tarian adat Imeko dengan budaya suku Maybrat dengan tarian adat memperingati hari tertentu seperti panen tebu, memasuki rumah baru dan lainnya.
Keagamaan merupakan salah satu aspek yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat di Papua dan dalam hal kerukunan antar umat beragama di sana dapat dijadikan contoh bagi daerah lain, mayoritas penduduknya beragama Kristen, namun demikian sejalan dengan semakin lancarnya transportasi dari dan ke Papua, jumlah orang dengan agama lain termasuk Islam juga semakin berkembang. Banyak misionaris yang melakukan misi keagamaan di pedalaman-pedalaman Papua. Mereka memainkan peran penting dalam membantu masyarakat, baik melalui sekolah misionaris, balai pengobatan maupun pendidikan langsung dalam bidang pertanian, pengajaran bahasa Indonesia maupun pengetahuan praktis lainnya. Misionaris juga merupakan pelopor dalam membuka jalur penerbangan ke daerah-daerah pedalaman yang belum terjangkau oleh penerbangan reguler.
sumber : http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=6093&Itemid=1819
Senin, 16 November 2009
Lunturnya Budaya Papua di Era Globalisasi
Berdasarkan tempat hidupnya orang pantai didiami oleh berbagai macam suku beberapa diantaranya adalah (Suku Biak, Suku Serui, Suku Asmat, Suku Sarmi) dan masih banyak lagi. Lain halnya dengan orang pedalama, dari berbagai suku yang mendiami pegunungan beberapa diantaranya adalah (Suku Moni. Suku Dani, Suku Ekari, Suku Nduga, Suku Holani dan masih banyak lagi). Baik suku-suku yang mendiami pesisir pantai maupun suku-suku yang mendiami kawasan pegunungan memiliki ketidaksamaan budaya.
Beberapa hal yang membuat ketidaksamaan budaya mereka adalah; karena faktor tempat tinggal. Seperti orang pantai hidup di daerah pesisir pantai dan orang pedalaman hidup di daerah dataran pegunungan. Faktor alam seperti orang pantai hidup daerah yang suhunya tidak terlalu dingin sedangkan orang pedalaman hidup di daerah pegunungan yang suhunya sangat dingin. Faktor pangan atau makanan yang dikonsumsi, seperti orang pantai dengan makanan pokok sagu, papeda dan ikan sedangkan orang pedalaman dengan makanan pokok ubi , keladi dan pisang. Walaupun terdapat berbagai perbedaan tetapi tetap membuat mereka bersatu.
Dari sekian banyak budaya yang ada dua di antaranya akan dijelaskan pada pembahasan kali ini. Kedua budaya natural inilah yang pada umumnya berkembang dimasyarakat Papua.
1. Budaya tari-tarian
Masyarakat pantai memilki bebagai macam budaya tari-tarian yang biasa mereka sebut dengan istilah Yosim Pancar (YOSPAN), yang di dalamnya terdapat berbagai macam bentuk gerak seperti ; (tari gale-gale, tari balada cendrawasih, tari pacul tiga, tari seka) dan tarian sajojo dan masih banyak lagi. Lain halnya dengan tarian yang biasa dibawakan oleh masyarakat pegunungan yaitu tarian panah dan tarian perang.
Tarian yang dibawakan oleh masyarakat pantai maupun masyarakat pegunungan pada intinya dimainkan atau diperankan dalam berbagai kesempatan yang sama seperti; dalam penyambutan tamu terhormat, dalam penyambutan para turis asing dan yang paling sering dimainkan adalah dalam upacara adat. Khususnya tarian panah biasanya dimainkan atau dibawakan oleh masyarakat pegunungan dalam acara pesta bakar batu atau yang biasa disebut dengan barapen oleh masyarakat pantai. Tarian ini dibawakan oleh para pemuda yang gagah perkasa dan berani.
Dengan budaya tarian Yospan maupun budaya tarian panah yang unik, kaya dan indah tersebut para orang tua sejak dahulu berharap budaya yang telah mereka wariskan kepada generasi berikut tidak luntur, tidak tenggelam dan tidak terkubur oleh berbagai perkembangan zaman yang kian hari kian bertambah maju. Para pendahulu yaitu para orang tua berharap juga budaya tari-tarian yang telah mereka ciptakan dengan berbagai gelombang kesulitan, kesusahan dan keresahan tidak secepat dilupakan oleh generasi berikutnya. Mereka juga berharap dengan tidak adanya mereka budaya Papua yang kaya tersebut semakin maju, semakin dikenal baik oleh orang di kalangan dalam negeri sendiri maupun dikenal di kala ngan luar negeri dan juga semakin berkembang kearah yang lebih baik yang intinya dapat tetap mengakat derajat, martabat dan harkat orang Papua.
Namun semua harapan tinggallah harapan karena sebagaimana budaya tarian yang dulunya para orang tua agungkan, sanjung dan hormati telah dilupakan secepatnya oleh para generasi berikutnya. Masuknya berbagai budaya tarian baru dari dunia Barat membuat para putra-putri Papua lupa dengan budaya tari-tarian sesungguhnya yang telah cukup lama mendarah daging dalam kehidupan mereka. Berbagai tarian yang masuk dan berkembang dari dunia Barat di antaranya adalah tarian dancer, tarian too phat, tarian pantomin, tarian paranawe dan tarian lainnya yang intinya tarian ini mengarah kepada perkembangan dunia. Dengan memerankan tarian dari dunia Barat membuat para pemuda-pemudi Papua yang dulunya mengagungkan dan memuja tarian daerah mereka lupa diri dan besar kepala. Dengan kesombongan mereka membuat nama mereka termasyur dan terkenal padahal dibalik semua ketenaran mereka dengan nyata-nyata telah melanggar berbagai norma adat yang telah cukup lama diatur dan ditetapkan.
2. Budaya Perkawinan
Perkawinan merupakan kebutuhan yang paling mendesak bagi semua orang. Dengan demikian masyarakat Papua baik yang di daerah pantai maupun di daerah pegunggungan menetapkan peraturan itu dalam peraturan adat yang intinya agar masyarakat tidak melanggar dan tidak terjadi berbagai keributan yang tidak diinginkan. Dalam pertukaran perkawinan yang ditetapkan orang tua dari pihak laki-laki berhak membayar mas kawin sebagai tanda pembelian terhadap perempuan atau wanita terebut.
Adapun untuk masyarakat pantai berbagai macam mas kawin yang harus dibayar seperti; membayar piring gantung atau piring belah, gelang, kain timur (khusus untuk orang di daerah selatan Papua) dan masih banyak lagi. Berbeda dengan permintaan yang diminta oleh masyarakat pegunungan di antaranya seperti; kulit bia (sejenis uang yang telah beredar dimasyarakat pegunungan sejak beberapa abad lalu), babi peliharaan, dan lain sebagainya. Dalam pembayaran mas kawin akan terjadi kata sepakat apabila orang tua dari pihak laki-laki memenuhi seluruh permintaan yang diminta oleh orang tua daripada pihak perempuan.
Sama dengan budaya tarian, budaya perkawinan juga diharapkan dapat berkembang dan bertumbuh di masyarakat umum dengan baik dan benar agar tidak terjadi kepunahan budaya. Namun apa yang terjadi pada zaman yang serba modern dan serba teknologi ini masyarakat Papua terlebih khusus para pemuda-pemudi tidak peduli lagi dengan budaya yang telah ditetapkan sejak lama. Budaya perkawinan yang dipopulerkan sampai saat ini adalah budaya kawin lari. Budaya kawin lari adalah salah satu cara yang dilakukan agar pihak dari pada orang tua laki-laki terhindar dari pembayaran mas kawin. Budaya kawin lari adalah budaya kotor yang berasal dari luar Papua. Budaya kawin lari dulunya bukanlah budaya Papua, namun pengaruh era globalsasi yang kian maju dan modern membuat orang Papua melupakan budaya mereka yang sesunguhnya.
Dengan berkembangnya budaya kawin lari di kalangan masyarakat terutama orang Papua sendiri membuat nilai keaslian budaya Papua yang dulunya sangat dihargai dan dihormati telah luntur begitu saja. Kemudian setelah lunturnya budaya tersebut apakah kita orang Papua masih dikatakan sebagai suatu golongan atau kumpulan masyarakat yang masih menghargai, menghormati dan menjunjung tinggi budaya kita. Padahal nyata-nyata budaya dari luar telah megotorinya dengan berbagai budaya yang tidak benar.
Untuk tetap menjaga, melindungi dan tetap melestarikan warisan kekayaan dari pada leluhur kita haruslah ada tindakan yang diambil supaya budaya tersebut tidak mengalamai kepunahan. Untuk tetap melestarikannya haruslah dibuat berbagai macam kegiatan yang intinya agar memajukan, melestarikan dan mempopulerkan budaya Papua kepada siapapun.
Banyak kegiatan yang dapat kita laksanakan untuk tetap menjaga budaya Papua yang kaya, tiga diantaranya adalah dengan menampilkan Festival budaya seperti yang dilaksanakan oleh SMA YPPK Adhi Luhur pada saat ini, pentas seni dan tari yang dalam acara ini dipamerkan atau ditunjukan kepada pihak asing maupun kepada pihak dalam sendiri tentang kekayaan tari-tarian Papua dan yang terakhir menyosialisasikannya melalui berbagai media. Dengan melaksanakan berbagai macam hal diatas sedikit menjadikan budaya Papua tetap berkembang.
Kesadaran masyarakat Papua tentang pentingnya melaksanakan berbagai kegiatan untuk tetap menjaga dan menstabilkan budaya Papua sangat minim. Dan salah satu Kabupaten yang telah menjadi wadah dalam memperkenalkan budaya Papua kepada orang di luar baik kepada para turis maupun kepada para pengunjung adalah Kabupaten Puncak Jaya, tepatnya di daerah Lembah Baliem. Daerah ini punya suatu budaya atau tradisi yang setiap tahunnya harus dilaksanakan secara terus-menerus yaitu budaya perang. Budaya ini telah dibawahkan sejak 20 tahun kebelakang, pada pementasan budaya perang ini diwajibkan bagi para pemuda yang gagah perkasa untuk ambil bagian di dalamnya.(sumber.suara perempuan papua. No. 04. tahun IV, 22-29 Agustus 2007)
Beberapa yang telah dijelaskan di atas merupakan budaya natural sedangkan pada pembahasan berikut ini akan dijelaskan mengenai budaya terapan. Budaya terapan adalah suatu kebiasaan yang telah lama dilaksanakan dan dilakukan oleh sekelompok orang di suatu tempat yang kemudian menyebar ke suatu daerah yang sama sekali tidak pernah mengenal tentang budaya atau tata cara tersebut. Budaya terapan selalu identik pada tata cara hidup yang telah lama dilakoni dan dijalani. Sama halnya dengan budaya natural budaya terapan juga ada yang baik dan ada juga yang buruk.
Daerah Papua sendiri banyak budaya terapan yang telah merajalela yang semuanya sama sekali tidak pernah dikenalkan oleh para pendahulu terhadap mereka. Dan dengan masuknya berbagai budaya terapan dari luar membuat otak dan pikiran dari pada orang Papua rusak. Dari sekian banyak budaya terapan yang telah merajalela di Papua dua di antaranya adalah budaya korupsi dan budaya minuman keras.
1. Budaya Korupsi
Budaya korupsi adalah salah satu budaya yang telah cukup lama merajalela di Papua. Padahal kalau mau diamati budaya korupsi bukanlah budaya Papua yang sebenarnya. Bukti bahwa budaya korupsi bukan merupakan budaya Papua dapat dilihat dari berbagai cara hidup di antaranya adalah kebiasaan masyarakat Papua makan bersama atau yang biasa disebut dengan acara bakar batu. Saat diadakannya bakar batu biasanya seluruh undangan yang datang diwajibkan untuk menikmati hidangan masakan yang ada tanpa membedakan suku, ras, maupun marganya. Dengan kebersamaan seperti ini dapat terlihat kalau sifat keegoisan tidak terlihat pada orang Papua. Kalau begitu budaya korupsi pada awalnya bukanlah budaya Papua yang sesungguhnya tetapi berbagai budaya terapan dari luar yang masuk sehingga semua itu diikuti dan ditiru oleh orang Papua.
Bukti bawah korupsi merupakan suatu budaya dari luar yang terpopuler dapat dilihat dari berbagai macam kasus korupsi yang kian hari kian merajalela. Di antaranya adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh Bupati Kabupaten Nabire Drs. Anselmus Petrus Youw yang beberapa saat lalu mendapat berbagai dana bantuan saat terjadi gempa bumi. Sebagaimana dana miliaran rupiah yang diberikan untuk dana pembangunan dilenyapkan begitu saja tanpa sepengetahuan. Kemudian sama halnya dengan dana Otonomi Khusus (OTSUS) yang menurut situs. (http://www.provinsipapua.com/)sebagaimana dikatakan pada tahun 2006 dan Otsus yang lenyap tanpa sepengetahuan adalah 90% yang hasilnya dipaparkan langsung oleh Gubernur Provinsi Papua Barnabas Suebu sendiri pada akhir tahun lalu.
Dengan memperhatikan dua bukti kalau Papua telah terjerumus ke dalam budaya korupsi yang sebenarnya tidak boleh dilakukan, menjadi pertanyaan buat kita kia-kira salah siapa sehingga budaya korupsi begitu cepat merajalela ke seluruh daerah Papua. Dengan mudah saya akan menjawab semua itu adalah salah dari pada setiap orang yang melanggarnya dan secara garis besar semua itu salah kita sendiri karena kemauan kita menerima berbagai budaya dari luar.
Melihat berbagai kasus korupsi yang kian hari kian merajalela seiring dengan perkembangan zaman, haruslah ada tindakan yang diambil agar dapat membendung arus korupsi di daerah Papua. Berbagai hal yang dapat kita para pelajar lakukan adalah berdoa dan belajar secara sungguh-sungguh agar ke depannya saat kita menjadi seorang pemimpin kejujuran dan kebenaran dalam kepemimpinan kita dapat ditanamkan.
2. Budaya Mengkonsumsi Minuman Keras
Sangat baik kalau kita mengkonsumsi minum-minuman yang dapat memberikan kesehatan dalam kehidupan kita tetapi apa jadinya kalau kita mengkonsumsi berbagai minum-minuman yang mengandung alkohol. Kasus inilah yang telah menjadi budaya dan tradisi di masyarakt Papua. Dulunya minuman yang dianggap minuman keras dan dikonsumsi oleh orang Papua adalah minuman sejenis saguer atau yang biasa mereka sebut dengan minuman bobo. Minuman ini kalau dikonsumsi dapat menggaggu kesehatan namun tidak terlalu berdampak terhadap kesehatan kita.
Tetapi berbeda dengan berbagai minuman keras yang masuk dari luar Papua seperti Mansion House, Bir Bintang, Kawat Duri dan minuman lainnya yang tergolong dalam minuman keras yang dapat mengganggu kesehatan bahkan sampai dapat membuat nyawa seseorang lenyap apabila dikonsumsi terlalu berlebihan. Minuman-minuman keras seperti ini awalnya tidak pernah diketahui oleh orang Papua, namun perkembangan zaman yang kian modern membuat budaya minum khususnya untuk minuman keras telah berkembang luas dikalangan seluruh masyarakat. Bahkan menurut beberapa orang budaya minuman telah dimasukan kedalam layaknya budaya makan-minum di kehidupan sehari-hari.
Bukti kalau budaya minuman keras telah membabi buta di Papua dengan berbagai pengamatan yang betul secara fakta. Seperti kalau diamati khususnya pada malam hari di terminal Taman Gizi terdapat banyak orang berkeliaran sambil mengahabiskan puluhan bahkan ratusan botol minuman, yang mengkonsumsi minuman tersebut bukan saja kaum pria namun ada juga kaum wanita. Selain di Taman Gizi di berbagi tempat-tempat hiburan seperti di perempatan Nabarua, di daerah Sanoba, di daerah Kalibobo dan masih banyak lagi tempat-tempat hiburan yang tersembunyi.
Dengan banyaknya tempat-tempat hiburan serta taman untuk para peminum menghabiskan minuman pasti setiap kita akan bertanya apakah tidak ada langkah yang diambil oleh pemerintah maupun para masyarakat agar hal-hal seperti ini tidak membabi buta terus sampai kepada generasi yang berikutnya. Ada berbagai hal yang dapat kita buat agar budaya minuman tidak merajalela dan berkembang ke masyarakat umum dengan semaunya di antaranya adalah mengkampanyekan anti minuman keras, mensosialisasikan dampak yang dapat ditimbulkan dari mengkonsumsi minuman keras, sosialisasi yang kita lakukan dapat melalu berbagai media seperti media elektronik, media masa dan media lainnya.
Selain melakukan kegiatan seperti yang telah disebutkan di atas ada satu cara lagi yang paling ampuh agar budaya mengkonsumsi minuman keras bisa hilang bahkan lenyap dari bumi Papua, cara itu adalah dengan membuat suatu Peraturan Daerah (PERDA) yang intinya dalam Perda tersebut berisi penolakan minuman keras. Dalam hal ini yang berhak bahkan punya wewenang unutk menetapkan Perda adalah Pemerintah Daerah. Tetapi yang menjadi pertanyaan buat kita kenapa sampai saat ini Perda tentang larangan minuman keras belum diberlakukan.
Dengan ketidakseriusan pemerintah dalam hal-hal seperti ini khususnya untuk kota Nabire apakah kota tempat kita berpijak dan tinggal ini masih bisa aman, tentram dan kondusif dari berbagai hal dan gangguan yang tidak diinginkan. Salah satu daerah yang perlu kita contohi khususnya dalam hal penolakan minuman keras adalah kota Manokwari. Daerah ini karena dipimpin oleh seorang yang takut akan Tuhan sehingga pada saat ini berbagai Perda tentang penolakan minuman keras diberlakukan kemudian berbagai operasi dijalankan yang intinya menolak masuknya minuman keras dari daerah luar. Menggunakan berbagai cara seperti itu membuat saat ini kota Manokwari dikenal sebagai salah satu kota yang paling aman, tentram dan kondusif di Provinsi Papua.
Penguraian singkat tentang budaya natural maupun budaya terapan melalui lembaran kertas ini diharapkan khususnya untuk para pemuda-pemudi yang masih di bangku pendidikan agar tetap setia dan rela mempertahankan kebudayaan yang telah dianut dan diterapkan. Kita sebagai orang berpendidikan pasti tahu mana hal yang baik dan mana hal yang jahat, dengan demikian mari kita sama-sama tetap menjaga dan memajukan apabila kita nilai budaya yang kita miliki adalah budaya yang benar kemudian mari kita buang jauh-jauh dan musnahkan apabila budaya yang telah kita anut dan lestarikan sejak lama adalah budaya yang salah dan tidak benar. Bukti besar yang dapat terlihat kalau kita mencintai dan menghormati ciptaan Tuhan adalah menjaga dan melestarikan kebudayaan yang kita miliki.
SUMBER:
Lunturnya Budaya Papua di Era Globalisasi
Senin, 25-02-2008 13:17:15 oleh: Oktovianus Pogau
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=6776&post=5
Langganan:
Postingan (Atom)